Pembayaran nontunai baik menggunakan kartu kredit, debit maupun smartphone memang sudah menjadi tren dan kebiasaan karena dinilai lebih cepat dan efisien.
Berdasarkan hasil penelitian Visa pada 2016, 34% masyarakat Indonesia membawa lebih sedikit uang tunai dibandingkan dengan lima tahun silam.
Penelitian tersebut juga menjabarkan bahwa 71% masyarakat lebih suka menggunakan kartu pembayaran dan 59% menganggap bahwa membawa uang tunai ke mana-mana tidak lagi aman.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat lebih menyukai metode pembayaran elektronik daripada uang tunai.
Keadaan ini semakin dipertegas dengan kondisi dunia yang tengah ditimpa pandemi covid-19, di mana kita disarankan untuk mengurangi transaksi tunai sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus yang lebih masif.
Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa belum semua orang dapat segera beralih ke pembayaran cashless karena berbagai alasan seperti ketidaksiapan infrastruktur, sulitnya akses bagi mereka yang tinggal di pelosok, tingkat literasi yang rendah, dsb.
Dalam penjajakan menuju cashless society, mari kita bahas daftar keuntungan dan kerugian metode pembayaran yang satu ini.
Manfaat Beralih Ke Cashless Society
Menurunkan Angka Tindak Kejahatan
Membawa uang tunai, apalagi dalam jumlah besar, memang kerap membuat kita merasa was-was.
Pasalnya, jika seseorang yang membawa uang tunai dirampok atau dijambret, terlebih dalam keadaan tidak sadar, akan sulit untuk menemukan pelaku atau mendapatkan uang itu kembali.
Sedangkan dalam kasus digital, Anda dapat langsung memblokir kartu debit/kredit yang dicuri melalui aplikasi mobile banking atau mendatangi bank terkait.
Dan seiring bertumbuhnya budaya cashless society, studi yang dilakukan oleh peneliti Amerika dan Jerman juga menemukan bahwa kejahatan, khususnya di Missouri, menurun sebesar 9,8% sejak mulai beralih ke kartu Electronic Benefit Transfer (EBT).
Transaksi Menjadi Lebih Transparan
Selain pencurian uang yang kerap terjadi di jalan, kejahatan finansial juga dapat diredam seiring berkembangnya budaya pembayaran non-tunai.
Hal ini terjadi sebab pembayaran non-tunai menyertakan beberapa informasi terkait pihak yang melakukan transaksi seperti akun yang digunakan, barang yang dibeli, waktu transaksi, dsb.
Dengan begitu, kejahatan finansial seperti pencucian uang dan penyelewengan pajak dapat lebih diminimalkan.
Mengurangi waktu serta biaya terkait penanganan uang tunai
Selain memberikan kenyamanan bertransaksi, menjadi cashless society juga dapat menghemat biaya pengolahan uang tunai yang tidak bisa dibilang murah.
Mulai dari penghitungan, penyortiran, penyimpanan, hingga perpindahan uang tunai dari satu tempat ke tempat lainnya yang membutuhkan pengamanan khusus karena berisiko tinggi.
Belum lagi waktu dan tenaga yang kerap habis terpakai dalam proses pengelolaan atau perpindahan uang tersebut.
Selain itu, transaksi tunai juga disertai atribut seperti pencetakan struk yang otomatis menciptakan dampak negatif bagi lingkungan.
Dengan tumbuhnya budaya cashless society, bisnis dapat meminimalkan biaya secara signifikan karena tidak perlu perlu menyediakan infrastruktur seperti mesin pengolahan uang, tempat penyimpanan uang, dsb.
Gudang promo buat pemburu diskon
Siapa yang bisa menolak keuntungan satu ini? Promosi di toko online secara masif sedang dilakukan oleh berbagai sektor bisnis terutama dalam masa pandemi covid-19.
Seluruh promosi ini dapat Anda nikmati hanya dengan satu klik saja.
Berbagai promo diskon makanan, minuman, pakaian, sepatu, gratis ongkos kirim, hingga bonus reward dapat Anda klaim dengan amat mudah.
Tidak Perlu Antri Lama
Kehadiran cashless society juga membuat Anda tidak perlu antri lama untuk menikmati berbagai fasilitas.
Sebagai contoh, pemanfaatan mesin pembayaran otomatis dan e-Money mengefisiensi waktu tunggu serta memudahkan pengendara yang ingin mengakses jalan tol.
Selain itu, cashless society yang terintegrasi dengan sistem pemesanan online juga memungkinkan Anda memesan tiket wisata, hotel, penerbangan, dsb hanya dengan sekali sentuh lewat layar ponsel Anda.
Namun, di balik semua keuntungan tersebut, ada beberapa pertimbangan lain yang perlu Anda tahu sebelum menjadi bagian dari Cashless Society.
Going cashless tidak melulu terhindar dari pencurian
Selain ancaman pencurian data pribadi, menjadi cashless society juga membuat Anda semakin terekspos dengan risiko peretasan.
Terutama bila infromasi akun bank Anda dicuri.
Di negara tertentu, contohnya Amerika Serikat, Anda dapat didenda hingga 50 USD untuk tiap transaksi ilegal yang masuk ke rekening Anda bila tidak langsung melaporkan berita kehilangan pada bank terkait dalam kurun waktu dua hari sejak kartu dicuri.
Tidak dapat diakses oleh mereka yang tidak memiliki äóÖprivilegeäó»
Bagi Anda yang tinggal di area dengan fasilitas lengkap mungkin tidak akan kesulitan untuk menjadi cashless society.
Namun, warga yang tinggal di area pelosok atau jauh dari pusat kota tentu tidak begitu mudah untuk menemukan infrastruktur yang mendukung transaksi non-tunai, seperti pembuatan rekening bank,dompet digital, dsb.
Selain tidak memiliki privilege, hal ini juga belum menjadi prioritas bagi mereka yang masih berjuang menghidup dirinya sendiri atau keluarga dengan upah harian.
Generasi baby boomers yang belum melek teknologi
Generasi ini secara umum didefinisikan sebagai orang yang lahir antara tahun 1946 hingga 1964 dan terkenal sebagai generasi pertama yang berkenalan dengan internet.
Tidak jarang, mereka mendapat julukan generasi yang gaptek.
Dalam penelitian juga dipaparkan bahwa fenomena itu terjadi sebab baby boomers adalah digital imigran, bukan digital natives.
Menengok fakta yang demikian, hal itu membuat baby boomers cenderung memiliki perspektif sendiri dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.
Bagi generasi baby boomers yang belum melek teknologi tentu akan sulit jika diminta menggunakan aplikasi mobile banking atau dompet digital.
Sebab penggunaan ponsel mereka rata-rata terbatas hanya untuk mengirim pesan, foto, atau menelepon.
Cenderung membentuk perilaku konsumtif
Untuk beberapa orang, menjadi cashless society memang mampu membantu mereka mencatat pengeluaran dengan lebih mudah lewat fitur riwayat transaksi.
Namun, bagi sebagian orang, menjadi cashless society justru membuat mereka cenderung lebih konsumtif.
Berdasarkan publikasi dari Bank Indonesia, diketahui bahwa volume transaksi dan jumlah penggunaan alat pembayaran non-tunai yang beredar di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Kemudahan dalam bertransaksi ini tentu mempengaruhi pola hidup masyarakat, terutama generasi milenial yang bersinggungan erat dengan teknologi.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan (SNLKI) yang dilakukan OJK pada 2016, menyatakan bahwa kalangan pelajar dan mahasiswa memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah, yakni hanya sebesar 23,4%.
Maka untuk menghadapi gaya hidup yang konsumtif itu diperlukan edukasi dan pembelajaran agar penggunanya dapat merencanakan keuangan dengan lebih bijak.
Kesimpulannya, mungkinkah dunia sepenuhnya menjadi cashless society?
Mungkin saja. Tapi dengan catatan keadaan finansial, tingkat literasi, dan tingkat pemahaman teknologi negara tersebut sudah merata.
Contoh yang hampir mendekati kriteria tersebut adalah negara Swedia.
Berdasarkan European Payments Council, hanya tercatat 1% transaksi tunai dari GDP Swedia pada tahun 2019, dan penarikan uang tunai menurun secara konsisten sebanyak 10% tiap tahunnya.
Meski demikian, realita menunjukkan bahwa keberadaan uang tunai tidak dapat dieliminasi.
Bagi negara-negara maju sekalipun, agenda menuju 100% cashless society tidak dapat sepenuhnya direalisasikan mengingat tidak meratanya tingkat literasi.
Masyarakat ekonomi lemah dan berpendidikan minim akan sulit untuk beradaptasi dengan perubahan ini.
Terlebih di negara-negara berkembang, masih terlalu banyak mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan atau yang bergantung pada penghasilan harian.
Jadi, alih-alih merealisasikan agenda 100% cashless society, akan lebih baik jika pemerintah fokus untuk membuat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di tiap daerah merata.
Dan saat ini, meski Indonesia sedang berjalan ke arah cashless society, sirkulasi dan volume uang tunai di Indonesia masih tetap tergolong sangat tinggi.
Ada banyak bisnis yang menerima atau menangani uang tunai dalam transaksi harian.
Oleh sebab itu, bila bisnis Anda adalah salah satunya, implementasi mesin pemrosesan uang tunai yang kami sediakan dapat membantu meningkatkan keamanan dan efisiensi pengelolaan uang tunai di tempat Anda.